Kesadaran akan pengaruh penyalahgunaan antibiotik kini semakin mendesak,. Penyakit menjadi semakin sulit disembuhkan dan bakteri penyebab penyakit semakin kebal terhadap obat, hal ini dapat meningkatkan angka kematian.
Stigma antibiotik sebagai yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit masih dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Padahal antibiotik diciptakan bukan untuk semua jenis penyakit.
“Antibiotik sebenarnya dibuat untuk mencegah dan mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri,” kata Dewi Indriani, perwakilan badan kesehatan dunia (WHO) saat membuka World Antibiotic Awareness Week pertama kalinya di Indonesia di Mega Kuningan, (13/11).
Acara ini diselenggarakan oleh WHO untuk meningkatkan kesadaran publik atas penggunaan antibiotik yang selama ini kerap disalah arti dan salah guna.
Dalam ilmu medis, penyebab penyakit paling sering disebabkan oleh bakteri dan virus. Bakteri dikelompokkan sebagai makhluk hidup karena dapat berkembang biak, sedangkan virus tidak, karena tidak mampu bertahan hidup tanpa inang.
Permasalahannya, tidak semua jenis bakteri menyebabkan penyakit. Dari triliunan bakteri yang ada di dunia, hanya sedikit di antaranya berbahaya bagi kesehatan.
“Angka resistensi atau kekebalan bakteri terhadap antibiotik ini terjadi bukan hanya di Indonesia, tetapi di dunia,” kata Anis Karuniawati sekertaris Program Pengendalian Resistensi Mikroba Kemeterian Kesehatan RI.
Pada tahun 1928, antibiotik pertama kali dibuat oleh Alexander Flemming dalam bentuk Penisilin. Penisilin kala itu dibuat untuk membunuh bakteri penyebab pneumonia, meningitis, demam tifoid, dan penyakit lainnya yang mewabah kala itu. Penisilin dibuat secara massal sekitar 1940an, namun beberapa tahun kemudian terdapat bakteri yang ditemukan kebal atas penisilin.
Secara umum, dalam sebuah populasi bakteri yang menyebabkan penyakit, hanya terdapat beberapa bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Namun, bila menggunakan antibiotik yang tidak secara spesifik ataupun salah penggunaan, antibiotik hanya akan membunuh bakteri yang sensitif dan membiarkan bakteri yang resisten bertahan hidup hingga dapat berkembang biak.
Apabila populasi bakteri yang resisten terlanjur menjadi banyak, maka penggunaan antibiotik menjadi sia-sia. Bahkan tubuh bisa mengalami ketergantungan.
Berdasarkan survei yang dilakukan WHO pada 2005, sebesar 50 persen resep di berbagai fasilitas kesehatan utama dan rumah sakit di Indonesia mengandung antibiotik.
Survey Nasional Kementerian Kesahatan pada 2009 menyatakan bahwa antibiotik banyak diresep untuk penyakit yang disebabkan virus, seperti diare. Sedangkan 2013 lalu terungkap melalui Riset Kesehatan Dasar Indonesia bahwa 86,1 persen masyarakat menyimpan antibiotik tanpa resep di rumah.
“Pasien harus sadar bahwa antibiotik tidak dibuat untuk menyembuhkan semua penyakit. Jangan menggunakan antibiotik untuk penyakit dari virus seperti flu, batuk, pilek, muntah, dan diare tanpa darah,” kata Nurul Itqiyah Hariadi dari Medical Education Unit Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya.
sumber : http://www.indonesiamedia.com/salah-pengertian-dan-penyalahgunaan-antibiotik-dapat-berujung-kematian/
Terimakasih infonya mba 🙏
BalasHapusTerimakasih infonya mba 🙏
BalasHapusSama2 sarti 😆
BalasHapusNice
BalasHapusNice
BalasHapus😊
BalasHapus